Kamis, 29 November 2012

Autobiografi

Tepat pada tanggal dua puluh satu bulan dua belas tahun seribu sembilan ratus sembilan puluh, jumat entah itu pagi, siang atau malam tetapi hari itu, lahirlah seorang anak laki-laki dari pasangan orangtua bernama Djonny Mantiri dan Asmaroh yang kemudian mereka beri nama Ronny Ardi. Nama depannya gabungan nama kedua orangtuanya, mengandung makna agar bisa mengikuti hal-hal baik yang diajarkan oleh kedua orangtuanya kelak dan nama belakang diambil dari bahasa arab ( arḍ) yang berarti bumi, mengandung doa agar sang anak tetap rendah diri seperti posisi bumi yang dimaknakan selalu dibawah (baca : rendah) bila dibandingkan dengan langit.

Ronny Ardi dibesarkan disebuah lingkungan yang tergolong rindang untuk sebuah wilayah di Jakarta bagian timur, kelurahan kampung gedong, jalan masjid, disitulah tempat tinggal sejak lahir sampai kelas 6 SD. Taman Kanak-kanak tempatnya memperoleh ilmu hitung dan tulis berada tidak jauh dari rumahnya, bertempat dijalan Surilang, bernama TK Al-hida. Setelah 6 tahun umurnya, melanjutkan kejenjang Sekolah Dasar, masih bertempat di Jalan Masjid (masih satu jalan dengan rumah). Masa-masa kecilnya dihabiskan di jalan masjid ini.

Setelah lulus ke kelas 6 SD, keluarganya pindah ke wilayah bagian timur dari Jakarta Timur. Pondok Kopi, Duren Sawit, Jalan H. Masyur, tepatnya bersebelahan dengan rumah orangtua dari sang Ibu. Meneruskan kembali sekolah di SDN 07 Pondok Kopi, berada dilingkungan yang lain membuatnya kesulitan dalam beradaptasi, pergaulan yang kurang baik pun sempat digeluti selama Sekolah Dasar.
Selepas Sekolah Dasar, dengan nilai NEM yang pas-pasan, mencoba peruntungan untuk masuk ke SMP negeri, atas pilihan sang Bapak maka dipilihlah sekolah yang dekat dengan rumah, dan berbeda dari teman-teman SDnya, tidak ada satupun teman satu SD yang satu sekolah dengannya di SMP. Bertempat di jalan Arabika, disinilah ia melanjutkan ke sekolah menengah pertama di SMPN 199. Berjalan kaki kesekolah tidak memudarkan keinginannya untuk terus menuntut ilmu, ekonomi keluarga yang naik turun juga menjadi cobaan tersendiri untuknya. Puncak dari usahanya dalam belajar diraihnya ketika dia naik ke tingkat 2 dengan masuk dikelas unggulan. Hal tersebut jadi menambah semangat untuk terus menuntut ilmu. Sampai kelas 3 pun ia masih berada di kelas unggulan. Tidak ada extrakulikuler yang diikutinya di SMP.

Meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dengan memilih SMK bukannya memilih SMA, dikarenakan ia ingin langsung kerja dan dapat memenuhi kebutuhan keluarga. Mengambil dan masuk jurusan Elektronika Komunikasi di Sekolah Menengah Kejuruan 26 Rawamangun, merupakan kebanggaan tersendiri bagi keluarganya. Jarak yang jauh tidak mengurangi semangatnya dalam belajar. Tahun pertama diisi dengan bertemu teman-teman baru, awal ia duduk sebangku dengan Ahmad Sumarji seorang teman dari SMP yang sama, kemudian pada suatu hari Ahmad bertukar tempat duduk dengan Junaidi Ferdiansyah dikarenakan persoalan buku pelajaraan, yang merupakan siswa dengan nilai UN tertinggi dikelas Elektronika Komunikasi. Disitulah ia kenal Junaidi, dan juga Malik yang mengenalkan padanya sebuah game online ragnarok. SMK pun dilalui begitu saja dan tanpa mengikuti 1 pun ekstrakurikuler.

Sekolah di SMKN 26 dilakukannya dengan menempuh selama 4 tahun (3 tahun belajar dikelas, 1 tahun belajar diperusahaan), ia mengikuti PKL (Praktek Kerja Lapangan) di sebuah perusahaan reparasi Handphone resmi Nokia didaerah Jakarta Utara. Tidak melanjutkan pekerjaan disana membuatnya harus mencari tempat pekerjaan lain. Berdasarkan rekomendasi rekannya Junaidi dan Malik, berlabuhlah ia di sebuah Perusahaan Swasta yang bergerak dibidang telekomunikasi satelite dibilangan Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Berposisi sebagain Network Operation Center, ia geluti selama hampir 3 tahun labih. Pada tahun ke 2-nya bekerja di Kebon Sirih, mulailah ia kuliah di Universitas Gunadarma Kalimalang, dengan mengambil jurusan Sistem Informasi yang tidak jauh dari bidang pekerjaannya saat ini. Sudah sampai pada masa kuliah tingkat 2 di Gunadarma, disertai dengan kepindahan lokasi pekerjaan dari Kebon Sirih ke Pondok Pinang membuat lokasi Kampus terasa sangat jauh, namun mampu diakalinya, walaupun seringkali datang telat.

Tidak ada komentar: