Setiap berangkat kerja, Saya selalu melewati jalan Rasuna Said kemudian Prapanca
lalu ke tempat tujuan Saya yaitu di Lebak Bulus. Mendengar nama Rasuna Said, selalu
dikaitkan dengan nama jalan yang disana terdapat bangunan-bangunan tinggi
menjulang. Rasuna Said merupakan salah satu pahlawan dan Saya selalu beranggapan
bahwa beliau adalah seorang laki-laki, namun kenyataannya beliau merupakan
seorang pahlawan nasional perempuan dengan nama lengkap Hajjah Rangkayo Rasuna
Said atau disingkat HR Rasuna Said.
Siapakah sosok Rasuna Said sehingga diberi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan
Surat Keputusan Presiden RI No. 084/TK/Tahun 1974 tanggal 13 Desember 1974 ?. Sosok HR Rasuna Said
akan coba Saya ulas pada paragraf-paragraf selanjutnya.
Nama
Pahlawan yang satu ini jarang disebut dalam buku-buku sejarah. Padahal sepak
terjangnya dalam perjuangan nasional, dan kritik pedasnya terhadap
kolonialisme, pernah dipuji Bung Karno di Bandung, pada 18 Maret 1958.
Hajjah
Rangkayo (HR) Rasuna Said lahir pada 14 September (versi lain tanggal 15
September) 1910 di Desa Panyinggahan, Maninjau, Agam, Sumatera Barat. Meski
demikian, tak gampang menemukan rumah kelahirannya. Ia merupakan keturunan
bangsawan Minang. Ayahnya bernama Muhamad Said, seorang pengusaha dan bekas
aktivis pergerakan.
Setelah
menamatkan jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD), Rasuna Said remaja dikirimkan
sang ayah untuk melanjutkan pendidikan di pesantren Ar-Rasyidiyah. Saat itu, ia
merupakan satu-satunya santri perempuan. Ia dikenal sebagai sosok yang pandai,
cerdas, dan pemberani.
Rasuna
Said kemudian melanjutkan pendidikan di Diniyah School Putri, di Padang
Panjang, dan bertemu dengan Rahmah El-Yunusiah, seorang tokoh gerakan Thawalib.
Gerakan Thawalib adalah gerakan yang dibangun kaum reformis islam di Sumatera
Barat. Banyak pemimpin gerakan ini dipengaruhi oleh pemikiran nasionalis-islam
Turki, Mustafa Kamal (Kamal Attaturk).
Rasuna
Said sangatlah memperhatikan kemajuan dan pendidikan kaum wanita, ia sempat
mengajar di Diniyah School Putri sebagai guru. Namun pada tahun 1930, Rasuna
Said berhenti mengajar karena memiliki pandangan bahwa kemajuan kaum wanita
tidak hanya bisa didapat dengan mendirikan sekolah, tapi harus disertai
perjuangan politik. Rasuna Said ingin memasukkan pendidikan politik dalam
kurikulum sekolah Diniyah School Putri, tapi ditolak.
Rasuna
Said kemudian mendalami agama pada Haji Rasul atau Dr H Abdul Karim Amrullah
yang mengajarkan pentingnya pembaharuan pemikiran Islam dan kebebasan berfikir
yang nantinya banyak mempengaruhi pandangan Rasuna Said.
Kontroversi
masalah poligami pernah ramai dan menjadi polemik di ranah Minang tahun
1930-an. Ini berakibat pada meningkatnya angka kawin cerai. Rasuna Said
menganggap, kelakuan ini bagian dari pelecehan terhadap kaum wanita.
Awal
perjuangan politik Rasuna Said dimulai dengan beraktifitas di Sarekat Rakyat
(SR) sebagai Sekretaris cabang. Rasuna Said kemudian juga bergabung dengan
Soematra Thawalib dan mendirikan Persatoean Moeslimin Indonesia (PERMI) di Bukit
Tinggi pada tahun 1930.
Rasuna
Said juga ikut mengajar di sekolah-sekolah yang didirikan PERMI dan kemudian
mendirikan Sekolah Thawalib di Padang, dan memimpin Kursus Putri dan Normal
Kursus di Bukit Tinggi.
Rasuna
Said sangat mahir dalam berpidato mengecam pemerintahan Belanda. Rasuna Said
juga tercatat sebagai wanita pertama yang terkena hukum Speek Delict, yaitu
hukum kolonial Belanda yang menyatakan bahwa siapapun dapat dihukum karena
berbicara menentang Belanda. Rasuna Said
sempat di tangkap bersama teman seperjuangannya Rasimah Ismail, dan dipenjara
pada tahun 1932 di Semarang.
Setelah
keluar dari penjara, Rasuna Said meneruskan pendidikannya di Islamic College
pimpinan KH Mochtar Jahja dan Dr Kusuma Atmaja.
Rasuna
Said dikenal dengan tulisan-tulisannya yang tajam. Pada tahun 1935 Rasuna
menjadi pemimpin redaksi di sebuah majalah, Raya. Majalah ini dikenal radikal,
bahkan tercatat menjadi tonggak perlawanan di Sumatera Barat, namun polisi
rahasia Belanda (PID) mempersempit ruang gerak Rasuna dan kawan-kawan.
Sedangkan tokoh-tokoh PERMI yang diharapkan berdiri melawan tindakan kolonial
ini, justru tidak bisa berbuat apapun. Rasuna sangat kecewa. Ia pun memilih pindah
ke Medan, Sumatera Utara.
Pada
tahun 1937, di Medan, Rasuna mendirikan perguruan putri. Untuk menyebar-luaskan
gagasan-gagasannya, ia membuat majalah mingguan bernama “Menara Poeteri”.
Slogan koran ini mirip dengan slogan Bung Karno, “Ini dadaku, mana dadamu”.
Koran
ini banyak berbicara soal perempuan. Meski begitu, sasaran pokoknya adalah
memasukkan kesadaran pergerakan, yaitu anti-kolonialisme, di tengah-tengah kaum
perempuan.
Rasuna
Said mengasuh rubrik “Pojok”. Tulisan-tulisan Rasuna dikenal tajam, kupasannya
mengena sasaran, dan selalu mengambil sikap lantang anti-kolonial.
Sebuah
koran di Surabaya, Penyebar Semangat, pernah menulis perihal Menara Poetri ini,
“Di Medan ada sebuah surat kabar bernama Menara Poetri; isinya dimaksudkan
untuk jagad keputrian. Bahasanya bagus, dipimpin oleh Rangkayo Rasuna Said,
seorang putri yang pernah masuk penjara karena berkorban untuk pergerakan
nasional.''
Akan
tetapi, koran Menara Poetri tidak berumur panjang. Persoalannya, sebagian besar
pelangganya tidak membayar tagihan korannya. Konon, hanya 10 persen pembaca
Menara Poetri yang membayar tagihan. Sisanya nihil.
Karena itu, Menara Poetri pun ditutup. Pada saat itu, memang banyak majalah
atau koran yang tutup karena persoalan pendanaan. Rasuna memilih pulang ke kampung
halaman, Sumatera Barat.
Pada
jaman penjajahan Jepang, Rasuna Said sempat terlibat dalam pergerakan bawah
tanah. Namun, pada saat Jepang membangun organisasi massa, Rasuna pun tergerak
untuk menggunakan orgasisasi massa itu untuk kepentingan pergerakan.
Rasuna
bergabung dengan Gyu Gun Ko En Kai. Organisasi ini banyak menghimpun
aktivis pergerakan. Di organisasi ini, Rasuna lagi-lagi kebagian urusan
“propaganda”.
Meski
bekerja di organisasi massa yang dibuat Jepang, bukan berarti Rasuna melemah di
hadapan fasis itu. Pada suatu hari, kepada seorang perwira Jepang yang menegur
aktivitasnya, Rasuna berkata begini: “Boleh tuan menyebut Asia Raya, karena
tuan menang perang. Tetapi di sini (sambil menunjuk dadanya), tertanam pula
Indonesia Raya.”
Selepas
proklamasi kemerdekaan, Rasuna bergabung dengan Badan Penerangan Pemuda Indonesia
(BPPI). Ia juga sempat menjadi anggota Front Pertahanan Nasional di Bukit
Tinggi.
Pada
saat sidang KNIP (parlemen Indonesia jaman itu) di Malang, Jawa Tengah, Rasuna
terpilih sebagai wakil Sumatera. Ia juga sempat ditunjuk sebagai Badan Pekerja
KNIP.
Pada
saat itu, Rasuna sebetulnya sudah menikah. Akan tetapi, karena Ia terlanjur
meleburkan diri dalam pergerakan, Rasuna jarang bertemu dengan suaminya. Ia pun
bercerai.
Rasuna
kemudian menikah lagi dengan seorang aktivis kiri, Bariun AS. Akan tetapi, pernikahan
dengan orang Medan ini juga tidak berumur panjang. Ia kembali bercerai.
Rupanya, Rasuna terlanjur hidup di alam pergerakan.
Rasuna
sendiri adalah pendukung setia Bung Karno. Pada saat pemberontakan
PRRI-Permesta meletus, Rasuna merupakan salah satu tokoh pejuang Sumatera Barat
yang memihak NKRI dan Bung Karno. Banyak kawan akrabnya, bahkan bekas suaminya,
menjadi pendukung PRRI-Permesta.
Kegigihan
itulah yang membuat Bung Karno kagum pada pejuang dari Sumatera Barat ini.
Dalam sebuah pidato di Bandung, 18 Maret 1958, di hadapan puluhan ribu massa,
Bung Karno memuji kegigihan perjuangan Rasuna Said.
Karena
itu, pada 11 Juli 1957, Bung Karno menunjuk Rasuna Said sebagai anggota Dewan
Nasional mewakili golongan perempuan. Di situ, ia tetap menunjukkan sikap
politik yang tegas: nasionalis anti-kolonialisme dan anti-imperialisme.
Akhirnya,
di tengah politik yang sedang memanas dan kepungan imperialis yang kian nyata,
Rasuna Said berpulang. Tepatnya pada tanggal 2 November 1965. Ia dimakamkan di
Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta.
HIKMAH YANG DAPAT DIAMBIL
Berdasarkan cerita diatas, seperti
halnya RA Kartini dan Dwi Sartika, perjuangan Rasuna juga patut
mendapatkan apresiasi yang dapat menjadi inspirasi bagi perempuan-perempuan
Indonesia saat ini. Emansipasi wanita yang ia tegakkan sebagai bagian dari
upayanya untuk menegakkan kesetaraan gender yang selama beberapa dekade berada
dalam kekuasaan patriarkhi (yaitu sistem sosial
yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama).
Rasuna merupakan simbol pejuang perempuan,
yang tidak saja pandai bicara (orator) tapi juga seorang yang ahli dalam
mengorganisasi. Hal itu, ia tunjukkan dengan terlibat dalam banyak kegiatan
perjuangan dan sekolah-sekolah. Keikutsertaannya dalam berbagai organisasi
patut ditiru oleh kaum perempuan, bahkan seluruh masyarakat tanpa pandang
gender patut meniru beliau yang selalu berorganisasi untuk pencapaian hasil
bersama yang baik. Dan satu hal lagi, bahwa Rasuna Said juga seorang penulis.
Terbukti, beliau mampu mendirikan majalah Menara Putri dan berperan
sebagai seorang pemimpin redaksi pada Majalah Raya. Dengan kemampuannya
ini, tak mampu disangkal beliau adalah seorang multi talenta. Hal lain yang
patut ditiru dari diri beliau, selain berorganisasi beliau juga tidak lupa akan
kegemaran beliau yaitu menulis, jika suatu keinginan baik dikaitkan dengan
kegemaran maka jadilah sesuatu yang berguna bagi orang banyak.
Beliau adalah seorang penganut idealisme
yang kuat. Untuk mewujudkan kemerdekaan negeri ini dari tangan penjajah Belanda
dan Jepang serta tegaknya emansipasi wanita, ia sampai-sampai dipenjara. Disisi
lain seorang wanita selalu berada dirumah mengurusi keluarga, tapi beliau
berani keluar dan berjuang menentang kekerasan dan ketidakadilan. Dan penjara
pun gagal menghancurkan tekad perjuangan beliau.
Eksistensi di Dewan Perwakilan
Sumatera dan anggota DPR-RIS juga menjadi nilai tambah untuk ditiru oleh kaum
perempuan khususnya dan masyarakat luas pada umumnya, bahwa jika kita ingin
mengubah bangsa ini menjadi suatu bangsa yang lebih baik, kita jangan lelah
untuk terus berusaha dari bidang lingkup yang kecil hingga yang merambah ke
lingkup yang lebih besar.
Masih banyak yang patut ditiru dari
diri beliau, sebagai penghormatan atas perjuangannya, nama beliau
diabadikan sebagai salah satu nama jalan protokol di kawasan Kuningan, Jakarta
Selatan, yang termasuk bagian segi tiga emas Jakarta.
Sumber : http://daerah.sindonews.com/read/2013/11/08/24/803163/rasuna-said-perempuan-radikal-dari-tanah-minang
Sumber : http://daerah.sindonews.com/read/2013/11/08/24/803163/rasuna-said-perempuan-radikal-dari-tanah-minang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar